BLOM DAPAT YANG ANDA CARI >>> MASUKAN KATA KUNCI ANDA DI KOTAK SEARCH MBAH GOOGLE INI

ayo berbisnis .... coba dulu, sangat mudah looo ... !!!

Indikator Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.

Kegunaan

Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.

Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran

Rumus

Dimana: Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup. (http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/450/450/1/3/)
Otoda Memungkinkan Angka Kematian Ibu Meningkat

Jakarta. Pelaksanaan otonomi daerah yang sedang berlangsung saat ini memungkinkan meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI). Kemungkinan ini terjadi mengingat komitmen pemerintah untuk mengurangi angka kematian cukup rendah dan hanya berorientasi pada proyek saja. Bila komitmen di tingkatkan nasional saja rendah, apalagi komitmen di tingkatan daerah. Disamping itu juga masalah perspektif tentang pentingnya diperhatikan bahaya kematian ibu saat melahirkan ini tidak dipunyai oleh aparatur-aparatur pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah. Demikian pendapat Dr. Kartono Mohammad yang disampaikan dalam seminar Nasional tentang Tingginya Angka Kematian Ibu di Indonesia: Suatu Tragedi Kemanusiaan, yang diselenggarakan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan dan Ford Foundation di Hotel Kemang Jakarta (Kamis,19/08/04).
Menurut Kartono, sejauh ini belum ada data mengenai AKI ini dapat dikatakan pasti. Data tersebut sangat bervariasi tergantung pada cara pendataan yang dilakukan. Namun demikian secara umum data tentang AKI masih menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. Informasi dari Azrul Azwar dari Departemen Kesehatan misalnya menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu adalah 307/100.000 kh (SDKI 2002) yang berarti setiap jam ada 2 kematian ibu, setiap hari ada 50 kematian ibu, setiap minggu ada 352 kematian ibu, setiap bulan ada 1.500 kematian ibu dan setiap tahunnya ada 18.300 kematian ibu. Sebuah data yang ditunjukkan Kartono yang diambil dari UNDP menunjukkan angka 650/100.000 kh dari tahun 1980-an hingga tahun 1997. Sementara itu UNFPA pada tahun 2004 ini mengeluarkan data bahwa satu dari 41 ibu hamil di Indonesia menghadapi resiko mati.
Masih tinggingnya angka kematian ibu menurut Kartono disebabkan oleh tiga hal yang paling mendasar pertama masalah angka-angka yang menunjukkan kematian ibu sejauh ini hanya menyentuh bagian permukaan. Kedua, masalah kesehatan dan kematian perempuan ini selama ini belum menjadi sebuah masalah yang penting baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah indikator seperti tidak masuknya AKI ini dalam perumusan indikator kesejahteraan rakyat sejak. Dari tahun 1970 sampai tahun 2000 AKI yang tinggi tidak menjadi target spesifik dari Sistem Kesehatan Nasional. Indikator lain dari masalah ini adalah tidak adanya program yang ditujukan untuk mengatasi kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan meskipun penyebab (klinis) sudah diketahui. Ketiga adalah pelayanan kesehatan bagi perempuan hamil yang buruk.
Indikator ini dapat dilihat dari penempatan sejumlah bidan di sejumlah desa sejauh ini belum pernah dievaluasi dampaknya seperti apakah antenatal care meningkat, apakah komplikasi persalinan sudah dapat dideteksi sejak persalinan ini dan sebagainya. Disamping itu berbagai kesiapan seperti apakah dokter Puskesmas telah dilatih atau dibekali mengatasi AKI, seberapa jauh darah transfusi siap di lokasi terpencil dan seberapa jauh tempat rujukan juga siap adalah berbagai hal yang juga penting dijadikan indikator. (http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-127%7CX)
Angka kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi
Jakarta, Kompas - Indonesia masih juga belum mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu (AKI) yang 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup. "Itu berarti setiap tahun ada 13.778 kematian ibu atau setiap dua jam ada dua ibu hamil, bersalin, nifas yang meninggal karena pelbagai penyebab," kata Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Prof dr Azrul Azwar MPH dalam diskusi panel terkait Hari Kesehatan Sedunia 2005 yang diselenggarakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jakarta, Selasa (5/4).
Hari Kesehatan Sedunia tahun ini bertema "Ibu Sehat, Anak Sehat Setiap Saat" sehingga angka kematian ibu dan bayi menjadi sorotan. AKI memang telah turun dibandingkan dengan 1990 yang masih 450 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, dilihat kecenderungannya, maka target millennium development goals 125 per 100.000 kelahiran hidup tidak akan tercapai tanpa upaya percepatan. Sedangkan penurunan AKB dan angka kematian balita (Akba) pada kurun waktu yang sama cukup tajam, yaitu AKB dari 51 per 1.000 menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup, dan Akba 82,6 per 1.000 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu yang sama. Angka kematian bayi baru lahir (neonatal) penurunannya lambat, yaitu 28,2 per 1.000 menjadi 20 per 1.000 kelahiran hidup.
Penyebab langsung berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Dari hasil survei (SKRT 2001) diketahui bahwa komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Angka kematian bayi baru lahir terutama disebabkan oleh antara lain infeksi dan berat bayi lahir rendah. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir. Pencegahan Kegiatan imunisasi pada bayi harus dipertahankan atau ditingkatkan cakupannya sehingga mencapai Universal Child Immunization (UCI) sampai di tingkat desa.
Peningkatan pelaksanaan ASI eksklusif dan peningkatan status gizi serta peningkatan deteksi dan stimulasi dini tumbuh kembang jadi modal awal untuk sehat. Pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, dan malaria terutama di daerah endemik perlu ditingkatkan melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Kejadian komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa sekitar persalinan sehingga pemeriksaan kesehatan pada saat hamil dan kehadiran serta pertolongan tenaga kesehatan yang terampil pada masa persalinan menjadi sangat penting. (LOK) . (syafrudin. Angka kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi, 2008 )
WHO: Penurunan Angka Kematian Ibu Belum Sesuai Target MDGs
Jakarta (ANTARA News) - Penurunan angka kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meninggal selama hamil dan melahirkan pada 2015, demikian pernyataan resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat. Dalam pernyataan yang diterbitkan di laman resmi WHO itu dijelaskan, untuk mencapai target MDGs penurunan angka kematian ibu antara 1990 dan 2015 seharusnya 5,5 persen per tahun.
Namun data WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukkan angka kematian ibu hingga saat ini masih kurang dari satu persen per tahun. Pada 2005, sebanyak 536.000 perempuan meninggal dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari jumlah kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000. Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran. Terlebih lagi, rendahnya penurunan angka kematian ibu global tersebut merupakan cerminan belum adanya penurunan angka kematian ibu secara bermakna di negara-negara yang angka kematian ibunya rendah.
Artinya, negara-negara dengan angka kematian ibu tinggi belum menunjukkan kemajuan berarti dalam 15 tahun terakhir ini. Perkiraan angka kematian ibu WHO menunjukkan bahwa sementara peningkatan terjadi di negara dengan pendapatan menengah, penurunan angka kematian ibu selama periode 1990-2005 di Sub-Sahara Afrika hanya 0,1 persen per tahun. Selama periode 1990-2005 juga belum ada kawasan yang mampu mencapai penurunan angka kematian ibu per tahun hingga 5,5 persen. Hanya Asia Timur yang penurunannya telah mendekati target yakni 4,2 persen per tahun serta Afrika Utara, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Karibia mengalami penurunan yang jauh lebih besar dari Sub-Sahara Afrika. Selain itu disebutkan pula bahwa lebih dari satu setengah kematian ibu (270.000) terjadi di kawasan Sub-Sahara Afrika dan 188 ribunya di Asia Selatan sehingga jika digabungkan kontribusi kedua kawasan terhadap angka kematian ibu dunia pada 2005 mencapai 86 persen.( Antaranews.com, 2009 )
Angka Kematian Ibu Di Asia Tenggara Paling Tinggi Di Dunia
Para ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan menteri kesehatan negara-negara Asia Tenggara yang bertemu di New Delhi, India, pada 8-11 September 2008, melakukan pembahasan khusus tentang angka kematian ibu di kawasan Asia Tenggara yang tergolong masih tinggi.Siaran pers dari kantor perwakilan WHO Jakarta yang diterima ANTARA, Kamis, menyebutkan kematian ibu di kawasan Asia Tenggara menyumbang hampir sepertiga jumlah kematian ibu dan anak global. WHO memperkirakan, sebanyak 37 juta kelahiran terjadi di kawasan Asia Tenggara setiap tahun, sementara total kematian ibu dan bayi baru lahir di kawasan ini diperkirakan berturut-turut 170 ribu dan 1,3 juta per tahun.Sebanyak 98 persen dari seluruh kematian ibu dan anak di kawasan ini terjadi di India, Bangladesh, Indonesia , Nepal dan Myanmar.
Dalam hal ini, hampir semua negara anggota telah berupaya menurunkan kematian ibu dan anak dengan meningkatkan penyediaan pelayanan kelahiran oleh tenaga kesehatan trampil. Namun demikian, semua negara masih harus bekerja keras untuk mewujudkan akses universal pelayanan persalinan berkualitas oleh tenaga kesehatan trampil supaya bisa mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs), menurunkan separuh angka kematian ibu dan anak tahun 1990 menjadi pada 2015.Selain menyoroti masalah kematian ibu dan anak, pertemuan itu juga membahas soal penanganan epidemi infeksi virus dan sindroma merapuhnya kekebalan tubuh (HIV/AIDS) yang juga terus menyebabkan kematian di Asia Tenggara.Dengan sekitar 3,6 juta orang dengan HIV/AIDS dan 260 ribu kasus baru setiap tahun, kawasan ini merupakan kawasan dengan jumlah infeksi tertinggi kedua di dunia.
Penularan infeksi virus tersebut juga masih terus berlanjut dan utamanya ditularkan melalui hubungan seks antara pekerja seks komersial dengan kliennya, penggunaan narkoba dengan jarum suntik dan hubungan sesama jenis. Direktur WHO Regional Asia Tenggara Dr. Samlee Plianbangchang mengatakan, guna mengatasi masalah itu kini negara-negara di kawasan Asia Tenggara sudah meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan. Namun demikian, katanya, masih ada kesenjangan berupa cakupan pelayanan yang rendah, alokasi anggaran kesehatan yang rendah serta kurang optimalnya koordinasi dan penggunaan dana yang ada dari para donor.Oleh karena itu, katanya, WHO memromosikan pendekatan kesehatan masyarakat untuk memerangi HIV/AIDS yakni melalui pendefinisian masalah, identifikasi metode penanganan yang tepat, intensifikasi intervensi yang dinilai efektif serta melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap dampak intervensi beserta pembiayaannya. (http://akuindonesiana.wordpress.com/2008/09/11/angka-kematian-ibu-di-asia-tenggara-paling-tinggi-di-dunia/ )
Angka Kematian Ibu Melahirkan di Jakut Menurun

Angka kematian ibu melahirkan di Jakarta Utara menunjukan penurunan yang signifikan Hal ini disebabkan selain semakin meningkatnya kesadaran kaum ibu menjaga kesehatan dan janinnya, juga karena semakin baiknya pelayanan kesehatan terhadap ibu selama hamil. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sudin Kesehatan Masyarakat Jakarta Utara, pada tahun 2001 angka kematian ibu melahirkan berjumlah 24 kasus. Namun tahun berikutnya terus mengalami penurunan. Terbukti pada tahun 2002, angka kematian ibu melahirkan menurun menjadi 22 kasus. Lalu, pada tahun 2003 menjadi 16 kasus dan tahun 2004 dan 2005 masing-masing hanya 10 kasus.

Kematian ibu melahirkan ini disebabkan beberapa hal. Namun, yang paling menonjol karena pendarahan. "Banyak faktor yang dapat memicu terjadinya kematian ibu yang akan melahirkan. Namun, faktor utama yang menjadi penyebab yaitu pendarahan," ujar Kasie LP3 KIA Kesehatan Masyarakat, Theresia, Jumat (29/9). Selain pendaraan, kata Theresia, faktor lainnya yaitu kurangnya kesadaran para ibu pentingnya menjaga asupan gizi semasa hamil. Selain itu juga dapat diakibatkan karena banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan fasilitas kesehatan di saat melahirkan.

Sehingga tidak jarang, ibu-ibu yang tinggal di daerah kumuh ataupun terpencil lebih memilih untuk melahirkan sendiri ataupun meminta bantuan dari para dukun anak yang peralatannya belum tentu sehat. Begitu pula lokasi yang mereka pilih ketika akan melahirkan, yang belum tentu steril sehingga mampu menimbuilkan infeksi setelah ibu melahirkan. Oleh karena itu, untuk menyukseskan program Indonesia Sehat 2010, Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Utara mencanangkan program bertujuan untuk menekan angka kematian ibu saat melahirkan. Kita minta para ibu memeriksa kandungannya secara rutin ke puskesmas atau ke dokter. Selain itu, ibu-ibu juga harus memperhatikan gizi selama hamil," pungkasnya. ( http://www.jakarta.go.id/v21/info/?act=detil&idb=472&lg=1)

Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi

Pada tahun lalu dari 100.000 kelahiran hidup, masih ada 307 orang ibu yang meninggal dunia. Dari 1.000 kelahiran hidup ada 35 bayi yang meninggal. Seorang ibu hamil tua di pelosok desa terpencil tetap harus bekerja untuk hidup sehari-hari. Ia menjalani kehamilannya dengan bekerja dan bekerja. Bahkan, ia harus memikul banyak beban di pundaknya ketika pulang ke rumah pada sore hari. Tak ada waktu untuk memeriksakan kandungannya. Sebelum pergi ke kebun dia harus memasak untuk makanan keluarganya. Anak sulungnya sudah bisa diandalkan untuk mengasuh adik-adiknya seusai pulang sekolah.

Ketika suatu sore hari sampai di rumah dia merasakan mulas-mulas di perutnya pertanda ia akan melahirkan. Ia lalu meminta suaminya untuk memanggil dukun beranak di kampungnya. Namun, ternyata kondisi sang ibu tak memungkinkan untuk bertahan. Pendarahan pun terjadi seusai melahirkan anaknya. Dia akhirnya menghembuskan napasnya terakhir dengan iringan tangis anak-anaknya yang masih kecil. Itulah sekelumit gambaran perjuangan seorang ibu yang harus bertahan di tengah perekonomian keluarga yang morat-marit dan upayanya mempertahankan kehamilannya. Sebuah perjuangan yang harus ditebus dengan nyawanya sendiri. Keadaan yang memprihatinkan itu masih banyak terjadi di negara ini. Pada tahun lalu saja dari 100.000 kelahiran hidup, masih ada 307 orang ibu yang meninggal dunia.
Dari 1.000 kelahiran hidup ada 35 bayi yang meninggal. Bahkan, sebelum itu di Indonesia terdapat dua kematian ibu hamil dan melahirkan dalam tiap satu jam saja. Memang masalah kesehatan ibu melahirkan dan bayi di Indonesia bukanlah gambar yang indah untuk dipandang. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masih terbilang tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. "Ini merupakan tantangan bagi kita dan merupakan gambaran bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan ibu hamil dan bayi masih rendah. Memang sangat memprihatinkan. Karena itu, kita bergerak untuk meningkatkan kesadaran tersebut dengan berbagai program kami," ujar Direktur Maternal and Neonatal Health (MNH) Dr Abdulah Cholil MPH dalam pemaparan tentang hasil program MNH di Indonesia, beberapa waktu lalu, di Jakarta. Ia mengakui, kondisi demikian masih banyak terjadi di berbagai pelosok daerah yang perekonomiannya masih rendah.

Situasi tersebut menekan keadaan ibu hamil sehingga sulit untuk memeriksakan dan merawat kehamilannya. "Hampir setengah dari jumlah persalian yang terjadi, yakni sekitar 40 persen, tak punya akses ke bidan. Apalagi untuk mendapatkan penanganan yang cepat, jelas sulit. Angka kematian ibu paling banyak terjadi karena masalah pendarahan. Inilah yang kita coba atasi," sambung Cholil. Karena itu, pemerintah juga mencoba membantu menekan AKI dan AKB dengan menerapkan pengetahuan ke berbagai bidan dan ibu-ibu yang hamil mengenai penggunaan tablet misoprostol dalam mencegah pendarahan. Alternatif dari MNH ini ternyata mampu membuat ibu-ibu hamil bisa mengerti. Penggunaan tablet itu berhasil mengatasi pendarahan pada 92 persen persalinan tanpa bidan. Di samping itu, penelitian di Kabupaten Bandung memperlihatkan, ibu-ibu di sana berpeluang 45 persen lebih rendah untuk dirujuk darurat pendarahan pascapersalinan daripada yang tidak memanfaatkan misoprostol.

Target 2020

Perkembangan yang menggembirakan dari penerapan upaya penekanan AKI dan AKB di Indonesia itu disambut baik oleh perwakilan John Hopkins University (JHPIEGO) Leslie D Mancuso PhD RN. Lembaganya termasuk USAID pun turut mendanai program-program MNH, termasuk program SIAGA. Menurutnya, pemerintah Indonesia sangat serius dalam menekan AKI dan AKB ini. "Keadaan ibu hamil dan melahirkan dewasa ini perlu perhatian dan penanganan yang serius. Kami bangga bahwa Indonesia melakukannya untuk menekan AKI dan AKB ini," ujar Mancuso. Ia berharap komitmen bagi kesehatan ibu dan anak ini terus ditingkatkan di berbagai lini kehidupan, termasuk di berbagai bidang pemerintahan. Di sini, perlu dibangun kesadaran dan peningkatan kualitas dari hidup penduduk. "Saya sangat kagum dengan keberhasilan program SIAGA. Ini patut dicontoh banyak pihak." Sementara itu, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes Prof DR Azrul Azwar menjelaskan, berbagai program yang diterapkan MNH sangat tepat untuk menekan AKI dan AKB. "Kita punya target untuk menurunkan AKI menjadi 150 dan AKB menjadi 15 di tahun 2020.

Dengan ini, saya harap target itu bisa terwujud." Untuk itu, pemerintah juga mendukung upaya penekanan AKI dan AKB lewat program Membuat Persalinan Sehat (MPS). Dalam program itu ditekankan agar setiap persalinan harus ditangani tenaga terlatih. Di dalamnya juga disebutkan bahwa komplikasi kehamilan dan persalinan harus ditangani dengan sebaik-baiknya. Juga, wanita subur harus punya akses ke tempat pelayanan kesehatan agar dapat langsung mendapatkan pelayanan. "Memang untuk itu tak mudah. Makanya, harus diupayakan lewat pemberdayaan perempuan, keluarga, masyarakat, dan peningkatan kerjasama lintas sektoral," sambung Azrul. Namun, ada beberapa hal yang perlu ditekankan dalam menekan AKI dan AKB. "Tuntaskan hambatan dan penyebab langsung maupun tak langsung, termasuk masalah perekonomian masyarakat yang rendah. Di situlah fungsi pemberdayaan masyarakat. Di pihak lain, kita tingkatkan cakupan dan mutu layanan kesehatan," tandasnya.
Mini University

Seperti layaknya sebuah pemberian materi pada perkuliahan di sebuah universitas, Maternal and Neonatal Health (MNH) berinisiatif melaksanakan sebuah universitas mini dalam pemaparan programnya. Mini universitas yang dimaksud MNH merupakan seminar interaktif untuk menularkan berbagai langkah yang diterapkan dalam menekan AKI dan AKB. Direktur MNH DR Abdulah Cholil MPH berharap agar semua orang yang terkait dalam masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) memiliki kesempatan untuk mengetahui berbagai langkah yang dilakukan dalam memerangi angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

"Untuk itu, universitas mini dibuat untuk membeberkan pengalaman-pengalaman bagus dan keberhasilan orang-orang yang terkait dengan masalah KIA." Para peserta berasal dari berbagai daerah. Dari 400 kabupaten-kota yang ikut sebanyak 360 daerah dengan peserta sekitar 450-an orang. Ditambah para pembicara, maka jumlah peserta lebih dari 500-an orang. Dalam mini universitas itu ada 13 topik yang bisa dipilih oleh para peserta. Topik-topik tersebut mewakili beberapa program yang sudah dilaksanakan MNH dalam menekan AKI dan AKB. "Kami berharap, para peserta tahu bagaimana merancang anggaran dalam membuat pelatihan KIA. Kita juga memberikan aneka VCD dalam program terkait sebagai bahan untuk para peserta dalam mengembangkan kegiatan serupa di daerahnya. Dengan begitu penerapan KIA dan penekanan AKI dan AKB diharapkan semakin luas," papar Cholil. (Sumber: Republika Online - Selasa, 15 Juni 2004 - Medika - Penulis : wed)

1 komentar:

  1. Casino and Racing | DrMCD
    Join Dr.MCD 논산 출장샵 today for fun! We are your casino 서울특별 출장샵 for 동해 출장샵 the 포천 출장샵 best in gaming, live dealer games, entertainment and more! 광명 출장샵 In addition to the casino

    BalasHapus

FORMULA BISNIS...bisnis yang sangat mudah looo.......